PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI
Pedagogi
|
Andragodi
|
Metode pelatihan pasif
|
Menggunakan metode
pelatihan aktif
|
Belajar berpusat pada isi
atau pengetahuan teoritis
|
Belajar berpusat pada
kehidupan nyata
|
Pembelajar disebut
'siswa' atau 'anak didik'
|
Pembelajar disebut
'peserta didik'
atau 'warga belajar'
|
Gaya belajar dependen
|
Gaya belajar independen
|
Peserta berkontribusi
sedikit berpengalaman
|
Keterlibatan atau
kontribusi peserta didik,
memiliki pengalaman untuk
berkontribusi
|
Diasumasikan bahwa siswa
tidak berpengalaman dan atau kurang informasi
|
Diasumsikan bahwa peserta
didik memiliki pengetahuan untuk berkontribuso
|
Guru mengontrol waktu
dan kecepatan
|
Pembelajaran mempengaruhi
waktu
dan kecepatan
|
Guru sebagai sumber
utaman dalam memberikan ide-ide dan contoh
|
Peserta dianggap sebagai
sumber daya utama untuk ide-ide
|
Tujuan ditentukan
sebelumnya
|
Tujuan Fleksibel
|
Asumsi
Pedagogi
|
Asumsi
Andragogi
|
|
Konsep
Diri
|
Ketergantungan
|
Peningkatan arah diri
atau kemandirian
|
Pengalaman
|
Berharga kecil
|
Pelajar merupakan
sumberdaya
yang hanya untuk belajar
|
Orientasi
untuk Belajar
|
Berpusat pada substansi
mata pelajaran
|
Berpusat
pada masalah
|
Evaluasi
|
Oleh guru
|
Reksa diagnosis kebutuhan
dan reksa program pengukuran
|
Desain
|
Logika materi pelajaran,
unik konten
|
Diurutkan dalam hal
kesiapan untuk urut masalah
|
Kegiatan
|
Teknik Pelayanan
|
Reksa pengalaman
(penyelidikan)
|
Iklim
Belajar
|
Berorientasi otoritas,
resmi, dan kompetitif
|
Mutualitas/pemberian
pertolongan rasa hormat kolaborasi , dan informal
|
Rumusan
Tujuan
|
Oleh guru
|
Reksa negosiasi
|
Kesiapan
|
Tugas perkembangan, pesan
sosial
|
Tugas perkembangan, pesan
social
|
Perspektif
Waktu
|
Aplikasi ditunda
|
Kecepatan aplikasi
|
Perencanaan
|
Oleh guru
|
Reksa (mutual) diagnosis
diri
|
10 karakter guru yang baik
- Confidence/Keyakinan diri sendiri
- Patience/Kesabaran
- True compassion for their student atau rasa kasih sayang sejati pada siswanya
- Understanding atau pemahaman
- The ability to look at life in different way and to explain a topic in different way atau melihat kehidupan dengan cara yang berbeda dan menjelaskan sebuah topik dengan cara yang berbeda
- Dedication to excellence atau dedikasi untuk keunggulan
- Unwavering support/Teguh dalam memberikan dukungan
- Willingness to help student achieve atau kesediaan untuk membantu siswa mencapai prestasi
- Pride in student’s accomplishment atau bangga atas prestasi siswa
- Passion for life atau bergairah untuk hidup
Ketika saya duduk
di bangku SMA, sistem pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar
di sekolah saya masih bersifat pasif. Disebut pasif karena sepanjang proses
belajar, guru memegang peran yang dominan dari awal kelas dimulai hingga akhir
kelas. Guru memberikan materi, dan siswa mendengarkan. Masa belajar ketika di
SMA, tidak jauh berbeda ketika saya duduk di bangku SMP maupun SD. Mengapa demikian?
Karena aktivitas yang paling menonjol selain belajar kemudian mendengarkan
adalah, jika siswa tidak mau belajar maka akan mendapatkan hukuman. Setiap siswa
belum memiliki kesadaran sendiri untuk belajar. Guru cenderung memberikan
dorongan yang berulang-ulang agar siswa mau menjalani proses belajar dengan
serius. MuIai dari memberikan nilai tambahan, teguran ringan, bahkan hingga ke
hukuman. Inilah aktivitas rutin yang selalu dilakukan selama proses belajar. Aktivitas
yang terbatas menciptakan sebuah kondisi dimana siswa hanya memahami teori,
akan tetapi tidak mengetahui apa yang bisa kita dapatkan melalui teori
tersebut. Dengan kata lain, siswa hanya menguasai teori tanpa tahu
mempraktekkan teori tersebut di dalam kehidupannya. Seseorang pernah berkata
pada saya, praktek tanpa teori itu seperti bekerja tanpa berpikir, sedangkan
teori tanpa praktek adalah omong kosong. Selain itu, dampak dari proses belajar
megajar yang bersifat pasif ini tidak menumbuhkan rasa kemandirian siswa. Terkadang
siswa merasa terbeban oleh aktivitas belajar yang monoton ini sehingga ketika
saya SMA dulu, tidak sedirit teman-teman saya yang bolos sekolah berhari-hari
bahkan hingga seminggu.
Berbeda halnya
ketika saya memasuki bangku perkuliahan saat ini. Pada awalnya saya merasa
kaget akan sistem belajar kuliah. Pengajar (Dosen) tetap memberikan materi,
akan tetapi tidak sama halnya seperti memberikan materi ketika saya SMA. Di bangku
perkuliahan ini mahasiswa selalu diwajibkan untuk membaca materi terlebih
dahulu sebelum kelas dimulai. Mahasiswa tidak bisa hanya mengandalkan buku
pegangan semata walalupun buku pegangan tersebut dijadikan sebagai referensi
utama. Dari awal kelas hingga akhir, mahasiswa dituntut untuk bersikap aktif. Mulai
dari mendengarkan materi, bertanya jika ada hal yang kurang dipahami,
mengerjakan tugas, sampai melakukan review kembali di rumah. Semua aktivitas
itu menjadi tanggung jawab masing-masing. Apakah kita mau melakukannya, atau
tidak itu adalah hak kita. Tidak ada lagi pihak yang memaksa kita untuk belajar
layaknya siswa SMA. Singkatnya, bangku perkuliahan ini lebih menuntut kita kepada
kesadaran diri masing-masing.
Pada awal
perkuliahan saya mendengar orang berkata “sekarang kaliah sudah mahasiswa,
bukan siswa lagi”. Awalnya saya tidak peduli, karena bagi saya perbedaan
tersebut hanya terletak pada jenjang pendidikan yang sedang saya ikuti. Tetapi menjadi
‘mahasiswa’ bukanlah sekedar pergi ke kampus, pakai baju bebas dan bukan
seragam lagi, berpamitan pada orang tua untuk mengikuti kelas, mengerjakan
tugas, kerja kelompok, dan sebagainya. Ketika kita menyandang nama MAHASISWA,
maka tunjukkanlah perilaku sebagai mahasiswa. Mahasiswa dalam benak bukan lagi
anak-anak yang mengatakn sesuatu kemudian sembunyi karena tidak berani
mepertanggungjawabkannya. Menjadi mahasiswa harus berani bersikap fair atas apa
yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Oleh karena itu ketika saya berani
menyebut diri saya sebagai mahasiswa, salah satu hal yang harus saya lakukan
adalah mengikuti cara belajar berbasis andragogI.
No comments:
Post a Comment